PART 4


Tantangan Cerbung Ke-Tiga


Cinta itu adalah wujud kehadiranmu

(Sumber foto : Google)




Jika ada seseorang yang lebih tabah dari hujan bulan juni yang pernah disyairkan oleh pujangga besar, maka itu adalah aku orangnya. Aku harus menyimpan rapat-rapat kerinduan yang tiba-tiba saja hadir didalam rasaku yang begitu saja masuk tanpa permisi, aku takut kerinduan ini menjadi berlebihan yang harus segera menemui obatnya, pertemuan.

Ya, pertemuan dengan sang pemilik rindu entah siapakah dia. Aku takut rindu ini berkembang biak menjadi cinta, aku jatuh cinta, cinta yang sempat mama larang karena hadir sebelum waktunya dan ketakutakan akan ketidakmampuanku apakah itu akan benar terjadi?

“Selamat pagi,Cinta…” suara yang asing terdengar memanggil dari arah jalan, suara yang pernah kudengar beberapa waktu yang lalu itu cukup mengejutkanku, dia itu, apakah dia punya 5 lebih indera sehingga baru saja aku membantin langsung beberapa saat kemudian dia muncul secara tiba-tiba mengagetkanku.

“Wa’alaikumsalam…” jawabku datar

“Eh, Iya. Maksudku Assalamualaikum, Selamat pagi cinta,”

“Wa’alaikumsalam, Iya selamat pagi. Kamu pasti Bima kan? Sudah hampi beberapa hari kamu tidak datang kesini aku kira kamu benar-benar pergi atau mungkin marah setelah kuusir kemarin tapi kenapa sekarang kamu kembali lagi kesini?”

“Lho, kenapa. Kamu rindu ya sama aku, sampai sempatnya menghitung hari kapan terakhir aku kesini. Hayooo ngaku?”

“Kamu ini aneh, aku sudah bilang diawal aku tidak mengenalmu, lalu kenapa aku harus rindu,” kataku mengelak

“Dari awal juga kan aku sudah memperkenalkan diri dan mau menjadi temanmu, kamu saja yang nggak pernah membalas perkenalanku, bahkan namamu saja aku tahu dari mamamu. Cinta, aku sudah bilang kan, kalau aku itu bukan orang jahat aku hanya ingin berteman dengan kamu apa aku salah.”

“Kamu tidak pernah salah aku yang salah, aku tidak pantas berteman dengan orang sepertimu. Kamu tau kan kalau aku ini…”

“Kalau kamu kenapa? Kalau kamu itu terlalu baik untuk orang yang kamu anggap jahat sepertiku, atau aku memang nggak pantas berteman sama kamu, iya? Jadi menurutmu aku ini orang jahat?” dia memotong pembicaraanku tapi sekarang dia malah lebih tegas biacaranya daripada aku.

“Bu…bukan begitu maksudku, aku hanya…”

“Aku kesini membawa dua jenis bunga mawar baru untukmu, mawar putih dan mawar merah muda. Aku tidak mau mendengar kamu menolak pemberianku, seperti aku yang sudah mendengar berulang kali penolakanmu kepadaku yang ingin menjadi teman baikmu. Aku harap kamu mau menerima hadiah dariku sebagai tanda awal pertemanan kita,Cinta.”

“Terimakasih,” kataku terharu, namun masih sempat untuk memberikan senyum terbaik padanya, aku harap dia tidak menatap lekat-lekat mataku agar dia tak melihat bahwa aku terharu karena sikapnya.

“Aku buta sejak kecil, dalam duniaku hanya ada dua hal yang paling indah hitam dan gelap selain itu aku tidak mengenal yang lainnya. Jangankan teman, aku lebih senang menyendiri didalam ruangan kadang aku terlalu egois bahkan tega membiarkan mama sendirian karena sering kutinggalkan. Sunyi, gelap adalah hal yang paling menyenangkan dalam hidupku. Aku punya duniaku sendiri yang bahkan mama tak perlu tau itu apa. Aku tidak punya teman, sama seperti mama yang tak punya teman hidup yaitu seorang ayah untukku, ayah meninggalkan kami karena bagi dia aku adalah musibah. Terserah kamu mau menganggap aku ini apa, yang jelas jika kamu benar-benar inngin menjadi temanku kamu harus tau juga tentang hidupku karena kau tidak mau membuatmu menyesal karena telah memilih aku sebagai temanmu.” Aku berjalan menuju teras rumah, dan lelaki itu entah sedang apa dia sekarang, masih ditempatnya mendengarkan ceritaku atau malah bersiap untuk memutuskan pergi karena risih berteman dengan gadis cengeng sepertiku, aku hanya beberapa kali mendengarnya berdehem.

“Kamu tau apa itu kesempatan?” tanyanya balik padaku

“Maksudmu?”

“Beri aku kesempatan untuk bisa menjadi temanmu dulu, jika dalam waktu 99 hari aku gagal menjadi teman yang baik untukmu maka aku akan pergi meninggalkanmu dan aku juga tidak akan mengganggu hidupmu lagi, bagaimana apa kamu setuju?”

“Jadi, apa dengan begitu, pada akhirnya kamu memang berniat akan meninggalkan juga dong, sama seperti ayahku yang meninggalkan mama?”

“Eh, tentu bukan begitu. Bahkan kamu tidak memahami apa yang sudah kujelaskan hmmm…”

“Iya, maafkan aku. Aku mau kok berteman dengamu,” kataku kemudian disertai senyum yang membuatnya yakin akan apa yang aku katakan kemudian jari kelingkingku kuarahkan kedepan berharap mendapat sambutan

“Kita berteman,” Bima, lelaki itu menyambut jari kelingkingku yang bertaut dengan jari kelingkingnya. Terlihat terlalu cepat mungkin perkenalan kita yang berujung pada sebuah pertemanan. Aku masih percaya bahwa didunia ini masih ada manusia baik seperti dirinya, Bima.

Mungkin dengan kehadiran Bima dalam hidupku aku bisa melihat seperti apa warna pelangi yang berwarni-warni dan seperti apa warna merah jambu sebagai simbol warna cinta. Cinta, namaku cinta, nama adalah sebuah doa, mungkin harapan mama agar aku selalu dapat hidup bersama dengan orang-orang yang saling mencintai bukan hanya salah satu yang mencintai, kuharap ketulusan Bima padaku juga sama seperti ketulusannya terhadap mama, dia akan menjagaku dan menjadi teman yang baik untukku begitu perkataan yang dia ucapkan sebagai janjinya kepada mama, aku harap 99 hari itu berlalu dengan baik agar aku menemukan apa yang mama khawatirkan selama ini tidak bisa untuk aku dapatkan.







-Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini