PART 3
Tantangan Cerbung Ke Dua
Cinta itu adalah wujud kehadiranmu
(Sumber foto: Google)
Musim hujan telah datang sejak beberapa pekan terakhir,
udara tidak lagi panas dan juga tidak terlalu dingin namun segar yang kurasakan
ketika membuka jendela kamar. Harum bunga-bunga ditaman begitu semerbak wangi
tercium oleh hidungku angin telah membawa keharumannya masuk melalui jendela
kecil ini, rasanya aku ingin bisa merasakan suasana di halaman depan rumah
bersama bunga-bunga kesayanganku. Perlahan aku melangkahkan kaki keluar ruang
menuju halaman depan yang jaraknya tidak begitu jauh dari kamarku, baru saja
aku keluar rumah udara sejuk sangat terasa nikmatnya.
“Bunga Mawar, cantik dan harum. Meski berduri ternyata masih
banyak juga orang yang menyukaimu. Meskipun aku tidak bisa melihatmu, tidak
salah kan jika aku jatuh cinta padamu juga, karena pesonamu juga mampu memikat
hati seseorang bukan melalui kecantikan yang kamu miliki untuk membuat mata
terpikat, meski mataku tidak bisa melihat tapi aku yakin aku juga telah jatuh
cinta padamu,” gumanku sendiri.
“Begitu juga dengan aku, bolehkan jika aku jatuh cinta
kepada seorang gadis pecinta tanaman seperti dirimu?” suara seorang pria muda
tiba-tiba mengejutkanku
“Siapa kamu?” tanyaku khawatir
“Kenapa kamu bisa ada disini?” aku mulai berjalan mundur
berusaha menjauh, siapa lelaki yang berada didepanku ini
“Tenang kamu tidak perlu takut, aku bukan orang jahat kok.
Namaku Bima, aku sudah sering lewat sini, tapi aku takut untuk menyapamu, aku
sangat senang ketika setiap pagi melihatmu berdialog dengan bunga-bunga yang
ada,” katanya memperkenalkan
“Kenapa? Kamu pasti menganggap aku sebagai orang yang gila
kan?”
“Eh, bukan begitu maksudku. Aku ingin berteman denganmu,
hanya itu tidak ada maksud lain,”
“Bohong, kamu bohong. Mana ada orang normal yang mau
berteman dengan orang sepertiku. Kamu lebih baik sekarang pergi atau aku akan…’
“Tunggu…tunggu… bukan maksudku seperti itu,”
“Cinta… sedang apa kamu disini, Lho. Ada tamu, kok kamu
nggak bilang mama sih. Kamu siapa?”
“Selamat pagi, Tante. Kenalkan nama saya Bima, saya tinggal
di Blok D nomor 24. Biasanya setiap pagi sering jalan-jalan sekitar sini. Oiya
tante, maaf pagi-pagi menganggu, saya begitu tertarik melihat bunga mawar ini,
Cantik dan sepertinya tumbuh paling subur diantara tanaman yang lain, jadi saya
memutuskan untuk mampir,untuk melihat saja bolehkan kan Tan?”
“Tentu saja boleh. Bunga mawar ini bunga favoritenya Cinta,
anak tante ini. Dia begitu telaten merawat bunga ini, kadang tante hanya
membantunya, tante takut durinya mengenai tangan putri tante. Ya, seperti yang
kamu lihat, Putri saya ini buta, namun tidak dengan mata hatinya, dia juga
tidak pernah menyusahkan orang lain meski dalam keterbatasan.”
“Itu yang saya kagumi dari putri tante,”
“Hah, apa maksudmu?” tanyaku menyelas
“Eh, ayo sini duduk dulu diteras. Tante akan menyiapkan
sarapan untuk kalian,”
“Terimakasih tante, tapi nggak perlu repot-repot.”
“Tidak apa-apa, Tante senang, ada temannya Cinta yang mau
main kesini,”
“Baik, tante.”
Setelah mama membantu aku duduk, beliau masuk kedalam rumah
sepertinya sedang menyiapkan sarapan seperti yang dikatakannya. Tentang pria
yang tak aku ketahui ini, siapa sebetuknya dia, mengapa terlihat sok akrab
dengan mama, padahal aku merasa risih sekali dengan keberadaannya.
“Udara disini ternyata lebih segar ya? Mungkin ini salah
satu efek dari banyaknya tanaman yang tumbuh subur disini,”
Aku masih dalam diamku enggan rasanya menanggapi pertanyaan
orang asing, aku tak biasa menerima tamu, jangankan orang lain keluargaku saja
jarang yang mau kutemui, apalagi dia ini orang lain dan juga lelaki.
“Kenapa diam saja?,” suara lelaki tadi mengagetkanku
“Aku tidak tau kamu siapa, kuharap kamu bisa langsung pergi
setelah ini tidak ada tujuan yang sangat jelas kan?”
“Tunggu!” lelaki itu menghentikan langkahku yang berusaha
beranjak pergi
“Namaku Bima, seperti yang sudah kujelaskan diawal. Aku hanya
ingin berteman denganmu. Hanya itu saja aku tidak punya niat jahat sedikitpun
padamu kalau kamu memintaku untuk pergi aku akan pergi seperti apa yang kamu
inginkan. Tapi sebelum itu izinkan aku untuk pamit kepada Mama, aku tamu disini
datang dengan cara yang baik dan jika pergi juga dengan cara yang baik,”
“Lho, kalian kok masih berdiri sini duduk dulu, ini mama
buatkan cokelat hangat kesukaan Cinta, ini juga buat Nak Bima,Ya. Ini minuman
favorite Cinta, pasti Nak bima suka juga. Ayo diminum dulu jangan
sungkan-sungkan.” Belum sempat dia menyelesaikan perkataanya mama tiba-tiba
datang memotong pembicaraan kami, dan lelaki itu sepertinya menuruti perintah
mama duduk kembali diteras rumahku dengan menikmati hidangan sederhana yang
mama suguhkan.
“Rasanya sangat enak, Tan. Saya biasanya lebih suka minum
susu cokelat, boleh jika besok saya mencoba minum cokelatnya langsung ternyata
ini lebih nikmat, rasa dan aromanya cukup lezat.”
“Benarkah, tante senang banget kamu suka heheee. Besok-besok
main kesini lagi enggak apa-apa. Tante senang kalai ada yang mau main kesini.”
“Iya, tentu. Tentu besok saya akan main kesini lagi tan,
oiya kalau begitu saya pamit dulu ya Tante, Cinta, ada pekerjaan yang harus
saya kerjakan setelah ini. Terimakasih atas jamuannya, kapan-kapan saya akan
kesini lagi.”
“Terimakasih banyak ya Nak Bima, sudah mau repot-repot main
kesini. Tante tunggu ya, dengan senang hati kamu boleh main kesini lagi,”
“Iya tante sama-sama saya permisi dulu ya. Assalamualaikum,”
“Wa’alaikumsalam”
***
“Cinta, kamu kok nggak pernah cerita sama mama sih kalau
punya teman lelaki seganteng dia hehehe, dia baik dan juga ramah. Mama seneng
akhirnya kamu punya teman juga,”
“Em… anu Ma,”
“Anu, apa? Kamu itu selalu banyak alasan, yaudah mama mau
masuk kedalam dulu. Kamu mau masuk atau disini dulu?”
“Ikut masuk dong,Ma. Hehehe…”
Hangatnya sinar mentari menerobos masuk melalui jendela
kamarku, suasana sangat cerah sepertinya, aku masih duduk diatas kasur
pandanganku masih menghadap kearah jendela, sedangkan pikiranku kembali
bertanya-tanya, siapakah laki-laki dipagi tadi yang memperkenalkan diri sebagai
Bima, aku tak pernah mengenalnya, kedatangannya yang secara tiba-tiba sungguh
membuatku merasa aneh, dan paling aneh lagi mengapa aku membiarkan duduk
bersamanya selama itu, padahal dia orang asing yang baru saja kukenal.
“Aku hanya ingin berteman denganmu!” kata-kata itu terngiang
ditelinga, hanya satu tanyaku, apa mungkin ada orang normal yang mau berteman
denganku, apalagi dia seorang lelaki. Aku menjatuhkan tubuhku diatas kasur,
memejamkan mata sejenak, menarik nafas perlahan. Tenang, hanya ketenangan yang
ingin kudapatkan kembali, rasanya sepi dan gelap sudah cukup menjadi teman
setiaku, tidak perlu ada lagi orang lain.
-Bersambung ...
Komentar
Posting Komentar